“Bang, makan gih.”
“Enggak, Dek. Udah malem.”
“Yakin? Mamak masak opor ayam tuh.”
Lalu ada yang bimbang.
Lalu ada yang habis 4 potong ayam kampung geude-geude
“Bang, makan gih.”
“Enggak, Dek. Udah malem.”
“Yakin? Mamak masak opor ayam tuh.”
Lalu ada yang bimbang.
Lalu ada yang habis 4 potong ayam kampung geude-geude
“Ternyata ngidam itu ada banyak macamnya ya, Dek?”
“Maksudnya gimana, Bang?”
“Kamu nggak ngidam makanan sih tapi ngidam jalan-jalan terus. Nanti anak kita kakinya sepanjang apa ya?”
“Aku nggak percaya ngidam-ngidam sih, Bang.”
“What do you call our blusukan to Bogor two weeks ago, our trip to Malang last week, off to Lembang, and ….”
“Sssh… I love you to the moon and back for fulfilling my impulsive trip desire.” 😘
Terus ada yang diem balik nyetir lagi :))
“What’s inside this?” (Point to a box)
“My shoes.”
“Should we leave it here?”
“Do u wanna start World War three?” 😤😤
*The Art of Moving Out* 😆
“Bang, I think I should’ve gotten a reward.”
“Reward? What? Why?”
“Well… Last Friday I accompanied you working over time till almost midnight, on Saturday and Sunday I was in your office the whole day. An this Monday I drove 60km to accompany you for half day meeting. I, then demand a reward.” 🙂
“But… You’ve got all my heart. That’s not enough?”
……
*A conversation over a sushi last night, one that made me want to kiss him right away* 😀
Cara efektif buat ngebangunin suami tanpa terlihat kejam:
1. Cuci muka dan cuci tangan pakai air kamar mandi yang dingin.
2. Tanpa handukan, tempelkan wajah yang dingin itu ke pipi suami dan peluk dia pakai tangan yang nggak kalah dingin itu.
Pada saat suami melek sambil teriak-teriak, “whoaaaa apa nih? Kok dingiiiiin?”
{asanglah senyum manis karena misi romantismu membangunkannya dengan cara elegan mencium dan memeluknya telah sukses.
*tapi ya harus siap mental dipelototin habis-habisan*
Selamat mencoba daaaan… You’ve been warned! Hahaha
So in a one hot afternoon me and Abang had this weird conversation. That conversation which can trigger deeper love to bloom 🙂
” Abang kaosnya bau.”
Yang di-complained pun menengok. Setelah membaui tubuhnya sendiri, Abang pun menyanggah, “Bau kamu, kan cuma meluk kamu.”
Mendengar jawabannya saya pun protes, “Enggak, ini bau keringat begini. Kayak wedus deh!” Dengan mulut mecucu kesal, saya balik bertanya, “Emangnya aku wedus?! Huh.”
And then he hugged me and I kept on smiling when the words “aku bau kamu” recurring in my mind