Positivity

Baru-baru ini saya diprotes rekan kerja yang bilang katanya saya terlalu positif. I was like, “What did I do? What does that mean?”. Melihat saya kebingungan dan nggak paham, atasan saya memberikan beberapa situasi dan meminta saya dan teman berkomentar atas situasi tsb. Hanya untuk memberikan contoh agar saya mengerti.

Boss: “Si Mawar ini kalau dikasih kerjaan selalu aja nggak beres, aku harus berulang kali jelasin baru dia paham.”

Teman: “Emang orangnya susah konsentrasi Pak. Kayak ada hal lain lagi dipikirin gitu.”

Saya: “Bukannya kemarin bapak lagi kasih tugas *** juga ya, mungkin nggak fokus karena multitasking.”

Boss: “Si Mawar dan Melati minta dinas bareng sama Asoka (public enemy yang suka tebar racun).”

Teman: Jangan dikasih Pak, daripada Asoka nanti ngeracunin mentalnya mereka.

Saya: Si Mawar kan kuat di IT, Melati kuat di analisa, mungkin biar tim-nya solid, Pak, makanya mereka minta bareng?

Teman dan boss saya geleng-geleng kepala lalu bilang, “Dari sini kamu paham nggak? Tendensimu itu melihat hal baik dari setiap orang dan situasi even there’s nothing good again from that situation!” Saya nyengir dengar komentar bos saya itu :mrgreen:

Juga tersenyum lega. Saya kira tadi tuh saya dikomplen karena toxic positivity. Itu lho, kondisi di mana seseorang berusaha memaksakan kondisi positif sampai mengabaikan emosi negative. Tapi ini ternyata karena saya berusaha solutif, I just have positive perspective (but not forcing or suppressing anything). Kalau dipikir-pikir saya memang nggak punya naluri berpikir buruk sama orang lain. It’s just not in me. Saya bisa masuk ke ruangan dan berseru heboh memanggil nama seseorang, tertawa and just like that… The aura in the room changes. I lit up the room. Suasana jadi cair dan ringan, mungkin itu juga sebabnya saya sering menjadi MC. I feel like I have so many happiness to be shared with others. Default-nya itu tertawa. Default-nya lihat hal baik dari segala sesuatu.

Anw, salah satu sahabat saya mengingatkan agar bisa melihat protes dari kolega itu sebagai masukan. Menurutnya sikap saya yang sering mikir positif ke orang lain and mikir bahwa orang lain itu can do no harm membahayakan diri sendiri.

Bos saya melanjutkan lagi, “Eka itu nggak ngerti bahaya. Semua orang dianggap baik. Gue yang repot jagain!”

“Ya maaf pak.”

Bener juga. Keknya dari dulu saya selalu punya seseorang yang menjagai saya. I have a protective dad, 2 brothers who are very attentive and caring. And somehow di mana aja saya berada, selalu ada orang yang menolong saya (meski saya nggak minta, bahkan seringnya pertolongan itu tak terduga datangnya). Tuhan selalu menjagai saya melalui tangan-tangan yang Ia kirimkan.

Atasan saya ngomong lagi, “Tapi sembencek-mbencekno koe nek lagi naif banget, aku yo ra iso marah sama kamu, Ka!” (Terjemahan: senyebel-nyebelinnya kamu, aku gak bisa marah).

Saya nyengir lagi. Ya, mau gimana lagi, sifat begini udah given. Udah terlahir begitu dari sananya. Dulu mungkin saya udah kalang kabut kalau diprotes begitu dan merasa nggak nyaman. Tapi sekarang sih udah santai, saya sudah berdamai dan menerima diri saya sendiri. Di mata Tuhan saya berharga meski tak sempurna, meski boss bilang bahwa saya mbencekno karena terlalu positif sehingga mereka jadi harus sering menjagai saya. Saya tetap loveable. 😊 :mrgreen:

Tentang penerimaan diri ini kalau dijabarin keknya bisa panjang banget deh. Hahaha. Prosesnya panjang sampai bisa kayak gini dan sebenarnya banyak plus-minusnya punya sifat begini ini. Kapan-kapanlah ditulis.  In the mean time I just wanna enjoy this old song from Suede.